Selasa, 10 Januari 2012

UJIAN AKHIR SEMESTER FILSAFAT 2011/2012


Soal:
  1. Kemukakan pendapat anda tentang proses mendapatkan pengetahuan ilmiah dengan metode ilmia yang merupakan penggabungan antara cara berpikir deduktif dan induktif. Kemukakan  contoh dalam bidang ilmu pendidikan.
  2. Kemukakan pendapat anda tentang aksiologi yang merupakan bagian dari filsafat ilmu dibandingkan dengan aksiologi kritikal dalam artikel itu.
  3. Kemukakan pendapat anda tentang moralitas, ideologi, dan jati diri bangsa dalam menghadapi tantangan global dewasa ini.
  4. Kemukakan pendapat anda tentang pembentukan /pengembangan karakter bangsa dikaitkan dengan aksiologi kritikal yang dikemukakan oleh penulis artikel ini.
  5. Kemukakan pendapat anda tentang manfaat belajar filsafat ilmu bagi (calon) ilmuwan dan /atau (calon) guru.
    1.             Jawab soal nomor 1. Kemukakan pendapat anda tentang proses mendapatkan pengetahuan ilmiah dengan metode ilmia yang merupakan penggabungan antara cara berpikir deduktif dan induktif. Kemukakan  contoh dalam bidang ilmu pendidikan.
Pengetahuan ilmiah adalah pengetahuan yang telah dibuktikan kebenarannya. Teori-teori ilmiah ditarik dengan cara ketat dari fakta-fakta pengalaman yang diperoleh lewat observasi dan experimen. Ilmu didasarkan pada apa yang kita lihat, dengar, raba dan sebagainya. Pendapat atau kesukaan subjektif dan dugaan-dugaan spekulatif perorangan tidak mempunyai tempat di dalam ilmu. Ilmu itu objektif. Pengetahuan ilmiah adalah pengetahuan yang dapat dipercaya, karena ia telah dibuktikan kebenarannya secara objektif.
Landasan epistimologi ilmu disebut metode ilmiah. Dengan kata lain metode ilmiah adalah cara yang dilakukan ilmu  dalam menyusun pengetahuan  yang benar. Dari pernyataan diatas Tidak semua pengetahuan bisa disebut ilmu sebab ilmu merupakan pengetahuan yang cara mendapatkannya harus memenuhi syarat-syarat tertentu. Syarat-syarat yang harus dipenuhi agar suatu pengetahuan dapat disebut ilmu tercantum dalam apa yang dinamakan metode ilmiah.
Langkah-langkah Kerangka Berpikir Ilmiah yang berintikan proses logico-hypothetico-verifikasi :
1)   Perumusan Masalah
Merupakan pertanyaan mengenai objek empiris yang jelas batas-batasnya serta dapat diidentifikasikan factor-faktor yang terkait di dalamnya.
2)   Penyusunan Kerangka Berpikir dalam pengajuan hipotesis
Kerangka berpikir ini disusun secara rasional berdasarkan premis-premis ilmiah yang telah teruji kebenarannya dengan memperhatikan factor-faktor empiris yang relevan dengan permasalahan.
a)    Perumusan Hipotesis
b)   Pengujian Hipotesis
c)    Penarikan Kesimpulan
Metode ilmiah merupakan prosedur yang mencangkup berbagai tindakan pikiran, pola kerja, tata langkah, dan cara teknis untuk memperoleh pengetahuan baru atau memperkembangkan pengetahuan yang ada. (dalam, Ihsan. 2010:109)
Kita memerlukan sarana berfikir ilmiah untuk melakukan kegiatan ilmiah secara baik. Sarana ilmiah pada dasarnya merupakan alat yang membantu kegiatan ilmiah dalam berbagai langkah yang harus ditempuh. Seorang peneliti harus bisa menguasai sarana ini agar bisa melaksanakan penelaahan ilmiah secara teratur dan cermat. Tanpa mengusainya, kegiatan ilmiah yang baik tak dapat dilakukan. Berbagai sarana berfikir ilmiah tersebut adalah:
1. Bahasa. Bahasa dalam kehidupan manusia mempunyai fungsi simbolik, emotif, dan afektif (Kneller di dalam Suriasumantri (1996). Fungsi simbolik sangat menonjol dalam komunikasi ilmiah. Bahasa diperlukan dalam mengembangkan ilmu pengetahuan terutama dalam hal mengkomunikasikan hasil penelitian. Komunikasi ilmiah tersebut harus bersifat reproduktif, artinya informasi yang dikomunikasikan peniliti harus sama dengan informasi yang diterima pihak lain. Hal ini bisa dicapai jika bahasa yang digunakan adalah jelas (eksplisit) dan objektif sehingga tidak terjadi kesalahan pemahaman atau interpretasi.
2. Matematika. Matematika adalah bahasa yang melambangkan serangkan makna dari pernyataan yang ingin kita sampaikan. Lambang-lambang matematika bersifat artifisial yang baru mempunyai arti setelah sebuah makna diberikan padanya. Misal, variabel harga barang dilambangkan dengan P, jumlah barang dengan Q, dan sebagainya. Pemberian makna melalui simbol-simbol tersebut akan dibahas dalam pengukuran variabel dan teknik penskalaan di bab-bab selanjutnya. Yang terpenting, matematika digunakan untuk menghilangkan sifat kabur, majemuk, dan emotif dari bahasa verbal.
3. Statistika. Pengujian secara empiris meruapakan salah satu mata rantai dalam metode ilmiah. Pengujian tersebut merupakan suatu proses pengumpulan fakta yang relevan dengan hipotesis yang akan dibuktikan kebenarannya. Disinilah peranan statistika yaitu dalam proses induksi. Statistika memberikan cara untuk dapat menarik kesimpulan yang bersifat umum dengan jalan mengamati hanya sebagian dari populasi sasaran. Jadi statistika adalah sarana untuk melakukan induksi.
Proses Berpikir Ilmiah merupakan kemampuan manusia untuk mengembangkan ilmu pengetahuan, karena manusia mempunyai kemampuan berfikir menurut suatu alur kerangka berfikir tertentu. Cara berfikir seperti itu disebut penalaran (reasoning). Sebagai suatu kegiatan berpikir maka penalaran mempunyai ciri-ciri, yaitu logis dan analitis (Suriasumantri, 1996). Berfikir secara logis dan analitis ini merupakan proses berfikir ilmiah. Penalaran ilmiah pada hakikatnya merupakan gabungan dari dua cara penalaran, yaitu:
1. Deduksi/logika deduktif. Penalaran deduktif terkait dengan rasionalisme, yaitu faham bahwa rasio atau pemikiran adalah sumber kebenaran. Deduksi adalah cara berfikir dengan menarik kesimpulan khusus dari pernyataan-pernyaatan yang besifat umum; atau dari umum ke khusus. Pernyataan umum tersebut merupakan alasan atau premis yang dijadikan dasar untuk menarik kesimpulan khusus. Alasan atau premis tersebut merupakan ilmu atau teori sebelumnya yang sudah diakui kebenarannya. Dalam metode ilmiah. Berfikir deduktif ini digunakan pada saat penyusunan hipotesis. Hipotesis disusun secara deduktif dari teori-teori yang disusun secara jelas, logis, dan sistematis sehingga menjadi kerangka pemikiran. Salah satu cara berfikir deduktif adalah silogisme, yaitu dengan contoh berikut:
Premis Mayor : Perusahaan perdagangan mempunyai tingkat persedian tinggi
[ misal, dari teori sebelumnya yang dijadikan landasan teori ]
Premis Minor : PT ABC adalah perusahaan perdagangan [ misal, tempat penelitian kita ]
Kesimpulan : PT ABC mempunyai tingkat persedian tinggi [ kesimpulan yang akan dibuktikan setelah observasi ke perusahaan] Premis mayor dan premis minor tersebut adalah alasan yang tidak perlu dibuktikan kebenarannya, dan biasanya merupakan landasan teori sebagai pijakan kita dalam menyusun hipotesis. Implikasinya adalah kita harus menggunakan teori sebagai rujukan yang harus diakui kebenarannya oleh kalangan ilmiah.
2. Induksi/logika induktif. Induksi merupakan cara berfikir dimana ditarik suatu kesimpulan yang bersifat umum dari berbagai kasus yang bersifat individual; atau dari khusus ke umum. Memang tidak ada keterkaitan erat antara alasan dan kesimpulan yang kuat seperti dalam deduksi. Penalaran induktif terkait dengan empirisme, yaitu faham bahwa pengalaman manusia merupakan sumber kebenaran. Dalam metode ilmiah berfikir induktif ini  Berdasarkan satu atau lebih fakta atau kejadian yang ditemukan, kita menarik kesimpulan bahwa fakta atau kejadian tersebut juga berlaku umum. Sebagai ilustrasi, jika kita menemukan satu atau beberapa barang yang dijual sebuah toko ternyata rusak maka kita menyimpulkan bahwa seluruh barang di toko tersebut yang diproduksi sebuah perusahaan sudah kadaluarsa. Proses penarikan secara induktif ini dalam prakteknya menggunakan analisis statitik melalui berbagai teknik analisis yang termasuk statistika inferensial.
Sumber pengetahuan yang dibangun berdasarkan logika deduktif dan induktif seperti yang dijelaskan diatas adalah suatu proses penalaran yang dibangun berdasarkan premis-premis yang berupa pengetahuan yang benar.  Kata benar menurut Jujun S Suriasumantri (1988) dapat didefinisikan sebagai pernyataan tanpa ragu. Artinya “ketidakraguan” adalah syarat mutlak bagi seseorang untuk dapat dikatakan mengetahui.” Contohnya kita mengetahui bahwa bilangan lima lebih besar dari bilangan empat dan lebih kecil dari bilangan enam, manakala kita meyakini akan kenyataan itu, meskipun guru kita atau orang lain yang kita anggap pandai mengatakan sebaliknya, namun kita pasti tetap akan mempertahankan pendirian kita terhadap kebenaran tersebut.
Untuk mendapatkan pengetahuan yang benar pada dasarnya ada dua sumber utama yang perlu diketahui oleh setiap manusia, yaitu berdasarkan rasio dan pengalaman manusia. Pengetahuan yang diperoleh melalui sumber rasio, kebenarannya hanya didasarkan pada kebenaran akan pikiran semata, pendapat ini dikembangkan oleh para rasionalis, sedangkan orang yang menganut paham tersebut disebut rasionalisme. Sebaliknya, orang yang berpendapat bahwa sumber pengetahuan diperoleh melalui pengalaman, kebenaran pengetahuan hanya didasarkan pada fakta-fakta yang ada dilapangan, sedangkan orang yang menganut paham ini disebut sebagai kaum empirisitze. Kaum rasionalisme memperoleh pengetahuan yang benar dengan penalaran, logika yang digunakan adalah logika deduktif. Kaum empiris memperoleh pengetahuan melalui pengalaman yang konkret. Contoh bila logam dipanaskan akan memuai. Oleh karena itu, pengalaman manusia akan membuahkan pengetahuan mengenai berbagai gejala alam yang mengikuti pola-pola tertentu.
Dalam bidang pendidikan Metode ilmiah (pengabungan deduktif dan induktif) sangatlah penting karena bukan hanya dalam proses penemuan pengetahuan tapi bagaimana menyampaikan penemuan ilmiah tersebut kepada masyarakat ilmuwan. Misalnya cara belajar yang selama ini bersifat konvensional atau tradisonal yang bepusat pada guru “teaacher center”berubah kearah  peserta didik sebagi pusat “student center”  membuat para ilmuwan atau guru berpikir kelas bagaimana cara menerapkannya. Kemudian muncullah berbagai metode-metode baru dengan mengunakan berbagai media termasuk media komputer dan internet yang sedang berkembang pesat saat ini. Dengan mengunakan media internet batas ruang dan waktu pembelajaran bagi siswa tidak terbatas, mereka kapan saja dapat mengakses mata pelajaran yang diberikan gurunya kapan dan dimana saja, gurunyapun dapat mengevaluasi hasil belajar siswanya setiap saat.
Dari penjelasan di atas dapat penulis simpulkan bahwa proses mendapatkan pengetahuan ilmiah dengan menggunakan metode ilmiah merupakan  penggabungan cara berpikir deduktif dan induktif.

2.             Jawaban soal nomor 2 Kemukakan pendapat anda tentang aksiologi yang merupakan bagian dari filsafat ilmu dibandingkan dengan aksiologi kritikal dalam artikel itu.
Definisi filsafat ilmu menurut The Liang Gie adalag segenap pemikiran reflektif terhadap persoalan mengenai segala hal yang menyangkut landasan ilmu maupun hubungan ilmu dengan segala segi dari kehidupan manusia. (dalam, Ihsan. 2010:13).
Filsafat ilmu dapat dibedakan menjadi dua, yaitu sebagai berikut:
1.      Filsafat ilmu dalam arti luas: menampung permasalahan yang menyangkut hubungan ke luar dari kegiatan ilmiah, seperti:
a.       implikasi ontologi-metafisika dari citra dunia yang bersifat ilmiah;
b.      tata susila yang menjadi pegangan penyelenggarailmu;
c.       konsekuensi pragmatik-etik penyelenggara ilmu dan sebagainya.
2.      Filsafat ilmu dalam arti sempit: menampung permasalahan yang bersangkutan dengan hubungan ke dalam yang terdapat di dalam ilmu, yaitu yang menyangkut sifat pengetahuan ilmiah, dan cara-cara mengusahakan serta mencapai pengetahuan ilmiah. (Beerling, 1988).
Untuk mendapatkan gambaran singkat tentang pengertian filsafat ilmu dapatlah kiranya dirangkum tiga medan telaah yang mencangkup di dalam filsafat ilmu. Ketiganya itu adalah sebagai berikut:
a.       Filsafat ilmu adalah suatu telaah kritis terhadap metode yang digunakan oleh ilmu tertentu, terhadap lambang yang digunakan dan terhadap struktur penalaran tentang sistem lambang yang digunakan. Telaah kritis ini dapat diarahkan untuk mengkaji ilmu empiris dan yang juga ilmu rasional, juga untuk membahas studi bidang etika dan estetika, studi  kesejaraan, antropologi, geologi, dan sebagainya.
b.      Filsafat ilmu adalah upaya untuk mencari kejelasan mengenai dasar-dasar konsep, sangka wacana, dan postular mengenai ilmu dan upaya untuk membuka tabir dasr keempirisan, kerasionalan, dan pragmatisan.
c.       Filsafat ilmu adalah studi gabungan yang terdiri atasbeberapa studi yang beraneka macam yang ditujukan untuk menetapkan batas yang tegas mengenai ilmu tertentu. (Hartono Kasmadi,dkk, 1990: 17-18).
Robert Ackermann mendefinisikan filsafat ilmu adalah tinjauan kritis tentang pendapat-pendapat ilmiah dewasa ini, yang telah dibandingkan dengan pendapat-pendapat dahulu yang telah dibuktikan. Sadoell77's Weblog diakses tanggal 7 januari 2012
Lewis White Beck menyatakan bahwa filsafat ilmu itu mempertanyakan dan menilai metode-metode pemikiran ilmiah, serta mencoba menetapakan nilai dan pentingnya usaha ilmiah sebagai suatu keseluruhan.
Cornelius Benjamin berpendapat bahwa filsafat ilmu merupakan cabang pengetahuan dan falsafti yang menelaah sistematis mengenai sifat dasar ilmu, metode-metodenya, konsep-konsepnya, dan praanggapan-praanggapannya, serta letaknya dalam kerangka umum dari cabang pengetahuan intelektual.
May Brodbeck mengutarakan filsafat ilmu itu sebagai analisis yang netral secara etis dan falsafati, pelukisan, dan penjelasan mengenai landasan-landasan ilmu.
Keempat definisi diatas memperlihatkan suatu ruang lingkup atau cakupan yang dibahas didalam filsafat ilmu, antara lain:
1)      Komparasi kritis sejarah perkembangan ilmu
2) Sifat dasar ilmu pengetahuan
3) Metode ilmiah
4) Praanggapan-praanggapan ilmiah
5) sikap etis dalam pengembangan ilmu pengetahuan
Tujuan filsafat ilmu sebagai suatu cabang khusus filsafat yang membicarakan tentang sejarah perkembangan ilmu, metode-metode ilmiah, sikap etis yang harus dikembangkan para ilmuwan secara umum memiliki tujuan-tujuan sebagai berikut:
1) Filsafat ilmu sebagai sarana pengujian penalaran ilmiah, sehingga orang menjadi kritis terhadap kegiatan ilmiah. sikap seorang ilmuwan mesti kritis pada bidang ilmuanya, sehingga terhindar dari sikap Solipsistik(tak ada pendapat yang paling benar).
2) Filsafat ilmu merupakan usaha merefleksi, menguji, mengkritik asumsi dan metode keilmuan. Satu sikap yang diperlukan disini yakni menerapkan metode sesuai atau cocok dengan struktur ilmu pengetahuan, karena metode merupakan sarana berfikir, bukan merupakan hakikat ilmu pengetahuan.
3) Filsafat ilmu memberikan pendasaran logis terhadap metode keilmuan, secara logis atau rasional pengembangan metode dapat dipertanggungjawabkan, agar dapat dipahami dan dipergunakan secara umum. Validnya suatu metode ditentukan dengan diterimanya metode tersebut secara umum.
Implikasi mempelajari filsafat ilmu memerlukan pengetahuan dasar yang memadai tentang ilmu, baik ilmu alam maupun ilmu sosial, supaya para ilmuan dapat memiliki landasan berpijak yanga kuat, ilmu alam secara garis besar mesti dikuasai, demikian pula halnya dengan ilmu sosial, sehingga antara ilmu yang satu dengan yang lain saling menyapa, bahkan mencipta suatu harmoni yang dapat memecahkan persoal-persoalan kemanusiaan.
Kesadaran seorang ilmuwan tidak semata berfikir murni pada bidangnya saja, tanpa mengaitkan dengan kenyataan diluar dirinya ini akan terlihat seperti menara gading, setiap aktivitas keilmuwan tidak terlepas dari konteks kehidupan sosial kemasyarakatan.
Menurut bahasa Yunani, aksiologi berasal dari perkataan axios yang berarti nilai dan logos berarti teori. Jadi aksiologi adalah teori tentang nilai. Menurut Suriasumantri   (1987 : 234) aksiologi adalah teori nilai yang berkaitan dengan kegunaan dari pengetahuan yang diperoleh. Menurut kamus ilmiah serapan (2005 : 21) aksiologi adalah kegunaan ilmu pengetahuan bagi kehidupan manusia, kajian tentang nilai-nilai khususnya etika. Dalam Encyclopedia of philosophy, aksiologi disamakan dengan Value and Valuation.
 Ada tiga bentuk value dan valuation, yaitu:
  1. Nilai, digunakan sebagai kata benda abstrak. Dalam pengertian yang lebih sempit seperti : baik, menarik dan bagus. Sedangkan dalam pengertian yang lebih luas mencakup sebagai tambahan segala bentuk kewajiban, kebenaran dan kesucian. Penggunaan nilai yang lebih luas merupakan kata benda asli untuk seluruh macam kritik atau predikat pro dan kontra, sebagai lawan dari suatu yang lain, dan ia berbeda dengan fakta. Teori nilai atau aksiologi adalah bagian dari etika.
  2. Nilai sebagai kata benda konkret. Contohnya ketika kita berkata sebuah nilai atau nilai-nilai, ia seringkali dipakai untuk merujuk kepada sesuatu yang bernilai, seperti nilainya, nilai dia, dan sistem nilai dia. Kemudian dipakai untuk apa-apa yang memiliki nilai atau bernilai sebagaimana berlawanan dengan apa-apa yang tidak dianggap baik atau bernilai.
  3. Nilai juga digunakan sebagai kata kerja dalam ekspresi menilai, memberi nilai dan dinilai. Menilai umumnya sinonim dengan evaluasi ketika hal tersebut secara aktif digunakan untuk menilai perbuatan. Dewey membedakan dua hal tentang menilai, ia bisa berarti menghargai dan mengevaluasi.
 Menurut Bramel (dalam Bakhtiar 2006), aksiologi terbagi tiga bagian, yaitu:
1). Moral conduct, yaitu tindakan moral, bidang ini melahirkan disiplin khusus, yaitu etika.
2). Estetic expression, yaitu ekspresi keindahan. Bidang ini melahirkan keindahan.
3). Sosio-political life, yaitu kehidupan sosial politik, yang akan melahirkan filsafat  sosial  politik.
Dari definisi-definisi diatas dapat disimpulkan bahwa aksiologi membahas tentang permasalahan yang berhubungan dengan nilai. Nilai yang dimaksud adalah sesuatu yang dimiliki manusia untuk melakukan berbagai pertimbangan tentang apa yang dinilai yang dalam teori filsafat mengacu pada permasalahan etika dan estetika.  Aksiologi ilmu pengetahuan sebagai strategi untuk mengantisipasi perkembangan kehidupan manusia yang negatif sehingga ilmu pengetahuan dan teknologi (IPTEK) tetap berjalan pada jalur kemanusiaan. Oleh karena itu,
Daya kerja aksiologi adalah:
1.        menjaga dan memberi arah agar proses keilmuan dapat menemukan kebenaran yang hakiki, maka perilaku keilmuan perlu dilakukan dengan penuh kejujuran dan tidak berorientasi pada kepentingan langsung;
2.        dalam pemilihan objek penelaahan dapat dilakukan secara etis yang tidak mengubah kodrat manusia, tidak merendahkan martabat manusia, tidak mencampuri permasalahan  kehidupan dan netral dari nilai-nilai yang bersifat dogmatik, arogansi kekuasaan dan kepentingan politik;
3.        pengembangan ilmu pengetahuan diarahkan untuk dapat meningkatkan taraf hidup yang memperhatikan kodrat dan martabat manusia serta keseimbangan, kelestarian alam lewat pemanfaatan ilmu dan temuan-temuan universal.
Aksiologi kritikal adalah suatu kajian terhadap fenomena dan realitas sosial yang memiliki makna membicarakan dan mempertanyakan kembali unsur atau elemen tersebut.   (http://madib.blog.unair.ac.id/files/2011/01/aksiologi-kritikal-excellence-with-morality,pdf, diakses tanggal 8 Januari 2012.
Dari penjelasan diatas, pendapat saya: dilihat dari definisi filsafat ilmu, tujuan filsafat ilmu, implikasi dari mempelajari filsafat ilmu, dan definisi serta daya kerja aksiologi maka aksiologi merupakan bagian dari filsafat ilmu yang memperhatiakn persoalan tentang sumber nilai baik dan buruk, benar dan salah., etika dan estitika, ilmu pengetahuan alam dan ilmu pengetahuan sosial. Sedangkan aksiologi kritikal terhadap semangat dan ideologi kebangsaan Indonesi dalam arus globalisasi merupakan realitas sosial yang mempertanyakan nilai-nilai Pancasila sebagai Dasar Sistem Filsafat Bangsa hendaknya dikembangkan sebagai filsafat kritika, karena Pancasila sebagai ideologi terbuka harus dikembangkan sejalan dengan perkembangan pemikiran umat manusia dan peradaban.
Menurut penulis bahwa Pancasila bukan sebuah ideologi konservatif namun sebuah ideologi terbuka dan progresif, yang mampu menyesuaikan diri dengan perkembangan pemikiran umat manusia, sekaligus mampu memberikan kritik-kritik yang mendasar terhadap hal-hal  atau pemikiran yang tidak fungsional.
Berdasarkan aksiologi kritikal Pancasila gagal diposisikan sebagai sumber daya nilai bagi kehidupan berbangsa dan bernegara, maka pancasila sebagai ideologi bangsa akan berakhir. Seorang ahli Neils Poltman menulis buku tentang The Death Of Morality (1997) telah menggambarkan bahwa manusia berada dalam era jaman edan atau peradaban gila.Yang buruk menjadi baik, sebaliknya yang baik menjadi buruk, demikian juga dalam aturan hukum dan etika. Etika yang menghalalkan segala cara atau jalan untuk mencapai tujuan semakin banyak pendukung dalam dunia politik.
Tetapi ketika Pancasila diposisikan sebagai sumber daya nilai bagi kehidupan berbangsa dan bernegara, maka Pancasila harus mengembangkan semangat dan ideologi kebangsaan yang dapat mengembangkan:
1.      pembangun jati diri bangsa yang berakar pada Pancasila;
2.      nasionalisme dan patriotisme Indonesia yang otentik;
3.      kepercayaan kepada diri sendiri dan kemandirian bangsa yang kokoh;
4.      demokrasi yang bebas dari tindakan totaliterdan berlandaskan Pancasila;
5.      kesadaran akan masyarakat dan bangsa yang majemuk dan multikultural untuk menuju Indonesia harmoni;
6.      perjuangan untuk menegakan keadilan sosial dan menjauhkan tindakan rasial dan diskriminasi.
Pancasila dijadikan sebagai suatu aksiologi yang komprehensif tidak akan tergusur oleh kemajuan zaman, yang terkait dengan ideologi kebangsaan Indonesia yang diarahkan pada perlawanan kemiskinan, kebodohan, ketidakadilan.Untuk itu dengan mengaktualisasikan jatidiri bangsa di dada setiap warga negara, maka semangat dan ideologi kebangsaan dapat kembali dilestarikan
Ideologi kebangsaan Indonesia haruslah dimulai dengan pendidikan dan sosialisasi dalam keluarga. Orang tua hendaknya bersedia memberikan nasehat bahwa warga negara yang baik adalah warga negara yang memiliki semangat dan ideologi kebangsaan yang kokoh dengan landasan Pancasila.
3. Jawaban soal nomor 3 Kemukakan pendapat anda tentang moralitas, ideologi, dan jati diri bangsa dalam menghadapi tantangan global dewasa ini.
Moral berasal dari bahasa latin mores yang berarti adat kebiasaan, akhlak atau kesusilaan yang mengandung makna tata tertib bathin  atau tata tertib nurani yang menjadi pembimbing tingkah laku bathin dalam hidup (Poespoprodjo, 1986, BP-7, 1993, Soegito, 2002). Kata moral dalam bahasa Yunani sama dengan ethos yang melahirkan etika.
Moral adalah sebuah pranata seperti halnya agama, politik, bahasa dan sebagainya yang sudah ada sejak dahulu kala dan diwariskan secara terun menurun. (dalam, Ihsan. 2010:272).
Moral/Moralitas) adalah istilah manusia menyebut ke manusia atau orang lainnya dalam tindakan yang memiliki nilai positif. Manusia yang tidak memiliki moral disebut amoral artinya dia tidak bermoral dan tidak memiliki nilai positif di mata manusia lainnya. Sehingga moral adalah hal mutlak yang harus dimiliki oleh manusia. Moral secara ekplisit adalah hal-hal yang berhubungan dengan proses sosialisasi individu tanpa moral manusia tidak bisa melakukan proses sosialisasi. Moral dalam zaman sekarang memiliki nilai implisit karena banyak orang yang memiliki moral atau sikap amoral itu dari sudut pandang yang sempit. Moral itu sifat dasar yang diajarkan di sekolah-sekolah dan manusia harus memiliki moral jika ia ingin dihormati oleh sesamanya. Moral adalah nilai ke-absolutan dalam kehidupan bermasyarakat secara utuh. Penilaian terhadap moral diukur dari kebudayaan masyarakat setempat.Moral adalah perbuatan/tingkah laku/ucapan seseorang dalam ber interaksi dengan manusia. apabila yang dilakukan seseorang itu sesuai dengan nilai rasa yang berlaku di masyarakat tersebut dan dapat diterima serta menyenangkan lingkungan masyarakatnya, maka orang itu dinilai memiliki moral yang baik, begitu juga sebaliknya.Moral adalah produk dari budaya dan Agama. Setiap budaya memiliki standar moral yang berbeda-beda sesuai dengan sistem nilai yang berlaku dan telah terbangun sejak lama. http://id.wikipedia.org/wiki/Moral diakses pada tanggal 6 Januari 2012.
Menurut Kant ( dalam Raditya: 2006) Moral adalah kata hati, suara hati, perasaan, suatu prinsip yang apriori, absolut. Moral merupakan suatu realitas yang mengherankan dalam diri manusia, perasaan yang tidak bisa dielakkan, menentukan ini benar atau ini salah.  Kata hati itu memberi perintah. Ia adalah suatu categorial imperirative, perintah tanpa syarat yang ada di dalam kesadaran kita. Perintah itu ialah perintah untuk berbuat sesuai dengan keinginan universal, yaitu suatu hukum kewajaran.
Kita mengetahui hukum kewajaran bukan karena memikirkannya, melainkan dengan perasaan tiba-tiba. Kita merasakan bahwa kita harus menghindari perbuatan yang bila dilakukan oleh semua orang akan mengakibatkan kehidupan masyarakat menjadi tidak mungkin. Misalnya, apakah saya akan menghindarkan diri dari hukuman karena berbohong? Padahal, tatkala saya akan berbohong, bahkan sebelumnya, saya tahu bahwa hukum universal mengatakan berbohong itu jahat. Ada kesadaran dalam diri saya, saya tidak boleh berbohong, sekalipun menghasilkan keuntungan bagi saya, atau bagi orang lain. Moral yang kita miliki itu absolut! (Iswara N Raditya, 2006).
Menurut Santoso ( 201 ) Pengertian moral, menurut Suseno (1998) adalah ukuran baik-buruknya seseorang, baik sebagai pribadi maupun sebagai warga masyarakat, dan warga negara. Sedangkan pendidikan moral adalah pendidikan untuk menjadaikan anak manusia bermoral dan manusiawi. Sedangkan menurut Ouska dan Whellan (1997), moral adalah prinsip baik-buruk yang ada dan melekat dalam diri individu/seseorang. Walaupun moral itu berada dalam diri individu, tetapi moral berada dalam suatu sistem yang berwujut aturan. Moral dan moralitas memiliki sedikit perbedaan, karena moral adalah prinsip baik-buruk sedangkan moralitas merupakan kualitas pertimbangan baik-buruk. Dengan demikian, hakekat dan makna moralitas bisa dilihat dari cara individu yang memiliki moral dalam mematuhi maupun menjalankan aturan.
Dengan demikian moral adalah petunjuk konkret yang siap pakai tentang bagaimana kita harus hidup.
 Pengertian ideologi secara umum adalah sekumpulan ide, gagasan, keyakinan, kepercayaan yang menyeluruh dan sistematis dalam bidang politik, social, ekonomi, budaya dan keagamaan. Secara harfiah ideologi berasal dari kata “ide” dan “logis” yang dapat diartikan sebagai aturan / hukum tentang ide, konsep ini berasal dari Plato (Takwim dalam Unsilster : 2009). Ditinjau dari pendekatan aliran, pengertian ideologi dapat dibagi menjadi 2 kelompok :
1.      ideologi sebagai seperangkat nilai dan aturan tentang kebenaran yang dianggap terberi, alamiah, universal dan menjadi rujukan bagi tingkah laku manusia;
2.      ideologi sebagai ilmu yang mengkaji bagaimana ide-ide tentang suatu hal diperoleh manusia dari pengalaman serta tertata dalam benak untuk kemudian membentuk kesadaran yang mempengaruhi tingkah laku (Takwim dalam Unsilster : 2009).
Ideologi sebagai sistem nilai atau keyakinan yang diterima sebagai fakta atau kebenaran oleh kelompok tertentu.
Ciri – ciri ideologi adalah sebagai berikut :
1.      mempunyai derajat yang tinggi sebagai nilai hidup kebangsaan dan kenegaraan;
2.      oleh karena itu, mewujudkan suatu asas kerohanian, pandangan dunia, pandangan hidup, pedoman hidup, pegangan hidup yang dipelihara, diamalkan dilestarikan kepada generasi berikutnya, diperjuangkan dan dipertahankan dengan kesediaan berkorban.
Fungsi ideologi menurut beberapa pakar dibidangnya :
1.      sebagai sarana untuk memformulasikan dan mengisi kehidupan manusia secara individual ( Cahyono : 1986 );
2.      sebagai jembatan kendali pergeseran kekuasaan  dari generasi tua ( Founding fothers) dengan generasi muda ( Setiardja : 2001 ).
3.      sebagai kekuatan yang mampu memberikan motivasi dan semangat individu, masyarakat dan bangsa  untuk menjalani kehidupan dalam mencapai tujuan ( Hidayat : 2001 ).

Jati diri adalah siapa diri kita sesungguhnya, fitrah manusia, atau juga nur Ilahi yang berisikan sifat-sifat dasar manusia yang murni dari Tuhan yang berisikan percikan-percikan sifat Ilahiah dalam batas kemampuan insani diberikan sewaktu lahir. Ini tentunya merupakan potensi yang dapat memancar dan ditumbuhkembangkan selama persyaratannya dipenuhi. Persyaratan tersebut adalah hati yang bersih dan sehat. http://www.pelita.or.id/cetakartikel.php…
Menuru Dimitra ( 2009 )  menyatakan konsep  dan pengertian  tentang jati diri  disadari berada dalam posisi  interpretasi  ganda (multi-interpretable), terdapat dua fungsi imperatif yakni :
1) bersifat  memerintah subyeknya agar berbuat yang baik dan benar, dan;
2) melarang subyeknya  untuk  berbuat tidak  baik dan tidak benar.
Istilah  jati diri pada dasarnya berasal dari bahasa  Jawa Kuno yang terdiri  dari dua kata  yaitu jati berarti yang sesungguhnya  atau merupakan  realitas  dan  diri berarti tubuh 
Era globalisasi adalah tantangan besar bagi dunia pendidikan. Khaerudin Kurniawan (1999), memerinci berbagai tantangan pendidikan menghadapi  globalisasi, yaitu: (1). tantangan untuk meningkatkan nilai tambah, yaitu bagaimana meningkatkan produktivitas kerja nasional serta pertumbuhan dan pemerataan ekonomi, sebagai upaya untuk memelihara dan meningkatkan pembangunan berkelanjutan (continuing development ); (2) tantangan untuk melakukan riset secara komprehensif terhadap terjadinya era reformasi dan transformasi struktur masyarakat, dari masyarakat tradisional-agraris ke masyarakat modern-industrial dan informasi-komunikasi, serta bagaimana implikasinya bagi peningkatan dan pengembangan kualitas kehidupan SDM; (3) tantangan dalam persaingan global yang semakin ketat, yaitu meningkatkan daya saing bangsa dalam menghasilkan karya-karya kreatif yang berkualitas sebagai hasil pemikiran, penemuan dan penguasaan ilmu pengetahuan, teknologi dan seni; (4) tantangan terhadap munculnya invasi dan kolonialisme baru di bidang Iptek, yang menggantikan invasi dan kolonialisme di bidang politik dan ekonomi. Semua tantangan tersebut menuntut adanya SDM yang berkualitas dan berdaya saing di bidang-bidang tersebut secara komprehensif dan komparatif yang berwawasan keunggulan, keahlian profesional, berpandangan jauh ke depan (visioner), rasa percaya diri dan harga diri yang tinggi serta memiliki keterampilan yang memadai sesuai kebutuhan dan daya tawar pasar
Dari penjelasan/teori/definisi tentang moralitas, ideologi, jati diri maka pendapat saya tentang moralitas, ideologi, dan jati diri dari bangsa dalam menghadapi tantangan global dewasa ini adalah:
Bangsa Indonisia tidak bisa menghindar dari Era globalisasi dengan terjadinya revolusi teknologi informasi, teknologi komunikasi, dan teknologi industri. Kondisi kemajuan teknologi informasi dan industri di atas yang berlangsung dengan sangat cepat dan ketat di era globalisasi menuntut setiap negara untuk berbenah diri dalam menghadapi persaingan tersebut. Bangsa yang yang mampu membenahi dirinya dengan meningkatkan sumber daya manusianya, kemungkinan besar akan mampu bersaing dalam kompetisi sehat tersebut. Di sinilah pendidikan diharuskan menampilkan dirinya, apakah ia mampu mendidik dan menghasilkan para siswa yang berdaya saing tinggi (qualified) atau justru mandul dalam menghadapi gempuran berbagai kemajuan dinamika globalisasi tersebut.
Era globalisasi adalah tantangan besar bagi dunia pendidikan. Khaerudin Kurniawan (1999), memerinci berbagai tantangan pendidikan menghadapi  globalisasi, yaitu: (1). tantangan untuk meningkatkan nilai tambah, yaitu bagaimana meningkatkan produktivitas kerja nasional serta pertumbuhan dan pemerataan ekonomi, sebagai upaya untuk memelihara dan meningkatkan pembangunan berkelanjutan (continuing development ); (2) tantangan untuk melakukan riset secara komprehensif terhadap terjadinya era reformasi dan transformasi struktur masyarakat, dari masyarakat tradisional-agraris ke masyarakat modern-industrial dan informasi-komunikasi, serta bagaimana implikasinya bagi peningkatan dan pengembangan kualitas kehidupan SDM; (3) tantangan dalam persaingan global yang semakin ketat, yaitu meningkatkan daya saing bangsa dalam menghasilkan karya-karya kreatif yang berkualitas sebagai hasil pemikiran, penemuan dan penguasaan ilmu pengetahuan, teknologi dan seni; (4) tantangan terhadap munculnya invasi dan kolonialisme baru di bidang Iptek, yang menggantikan invasi dan kolonialisme di bidang politik dan ekonomi. Semua tantangan tersebut menuntut adanya SDM yang berkualitas dan berdaya saing di bidang-bidang tersebut secara komprehensif dan komparatif yang berwawasan keunggulan, keahlian profesional, berpandangan jauh ke depan (visioner), rasa percaya diri dan harga diri yang tinggi serta memiliki keterampilan yang memadai sesuai kebutuhan dan daya tawar pasar.
Dalam era globalisasi dapat menimbulkan dampak bagi kehidupan Bangsa Indonesia ditengah percaturan dunia. Sudah barang tentu, dampak positiflah yang kita inginkan, akan tetapi tidak menutup kemungkinan dampak negative akan terkandung di dalamnya.
Jatidiri bangsa Indonesiua sangat dibutuhkan dalam era globalisasi, sehingga masyarakat tidak memilih jatidiri bangsa lain yang sekuler, liberal, dan hedonis, tetapi kenyataannya bangsa Indonesia sedang mengalami krisis jatidiri bangsa. Krisis jatidiri yang berkelanjutan telah menimbulkan krisis moralitas dan akhlak yang berkelanjutan. Moralitas paradoks terjadi dimana-mana, karena mentalitas warga telah menjadi mental yang hipokrit (munafik). Ketika masyarakat dan bangsa Indonesia kehilangan jatidirinya maka, maka saat itulah muncul sikap perilaku yang menyatakan bahwa semangat dan ideoligi kebangsaan Indonesia tidak relevan dan diperlukan. Karena itulah semangat dan ideologi kebangsaan tidak dipandang terlalu penting untuk memenuhi kebutuhan masyarakat dan bangsa Indonesia.
Sesungguhnya unsur semangat dan ideologi suatu bangsa menjadi unsur yang sangat dalam penentuan perubahan dan kemajuan . Negara dan penguasa suatu bangsa berupaya melindungi seluruh rakyatnya dari gemburan era globalisasa dengan semangat dan ideoligi kebangsaan yang kokoh. Penulis cenderung menyatakan bahwa kondisi semangat dan ideologi kebangsaan Indonesia sangat lemah, bahkan cenderung menuju kematian. Terdapat lima faktor penyebab yang membuat semangat ideologi kebangsaan Indonesia menjadi lemah, bahkan menuiju kematian. Kelima faktor itu adalah:
1.      Aktualisasi dan pembudayaan nilai-nilai Pancasila sebagai Dasar Negara RI tidak efektif atau tidak berhasil.
2.      Hingga kini jatidiri Bangsa Indonesia belum terbentuk secara kokoh akibat gemburan keras datangnya ideologi-ideologi asing dan berkembang pandangan baru yang liberal.
3.      Negara atau penguasa tidak memiliki sikap konsisten untuk menjaga, mengembangkan, dan melestarikan semangat ideologi kebangsaan Indonesia akibat negara dan penguasa yang tidak memiliki kemampuan mandiri dan melepaskan diri dari ketergantungan terhadap bangsa asing.
4.      Pengelolahan proses kebangsaan untuk menjadi negara bangsa kurang berhasil sehingga muncul faham Etno-sentrisme dan primordialisme yang eksklusif dan tidak produktif.
5.      Berbagai masalah-masalah nasional yang fundamental tidak diselesaikan sehingga menjadi penyakit-penyakit terhadap kemerdekaan sendiri.
Persoalan yang sangat besar dihadapi bangsa bangsa dan negara sekarang ialah pembudayaan dan aktualisasi nilai-nilai Pancasila yang tidak berjalan secara efektif dan mendasar. Pancasila hanyalah sebatas tema dan semboyan semata-mata. Tentu saja aktualisasi nilai-nilai Pancasila kandas sehingga semangat dan ideologi kebangsaan tidak dapat dilahirkan dan dikembangkan.
Mentalitas bangsa telah dijajah oleh bangsa asing sehingga bangsa kita tidak percaya dengan kekuatan sendiri.Contoh masyarakat Indonesia lebih mencintai dan lebih percaya  akan produk bangsa asing, Para pemimpin tidak percaya dengan kemampuan bangsanya sendiri. Lihat kalau sakit cenderung berobat ke Singapura.. Untuk mengubah mentalitas (mind set) tersebut. Kita harus mengembangkan kecerdasan bangsa dengan pola-pola mentalitas yang diiringi dengan kekuatan logika dan ke sadaran yang kuat untuk mencintai, mempercayai, setia akan bangsa dan negara sendiri. Harus ada dinamika internal yaitu perubahan cara berfikir masyarakat dan bangsa dalam Era globalisasi.
Untuk memperbaiki mentalitas bangsa penulis mengusulkan bahwa keseluruhan pendidikan harus memiliki tujuan bukan hanya untuk mengubah kecerdasan dan kompetensi saja, namun juga harus mengubah karakter dan moralitas. Paling tidak peserta didik harus dapat memiliki sikap dan kesadaran menghargai dan menguasai Ipteks.
 Pembangunan nasional, modernisasi, mekanisasi, rasionalisasi, dan globalisasi telah membawa banyak perubahan dan berbagai dampak-dampak perubahan kehidupan dan lingkungan. Namun banyak warga negara yang masih memiliki mental konservatif, yang tabu memandang perubahan dan kemajuan. Karena itulah pembangunan nasional harus memiliki makna juga membangun karakter manusia Indonesia baru. Manusia yang cerdas dan menguasai Iptek.
4.             Jawaban soal nomor 4 Kemukakan pendapat anda tentang pembentukan /pengembangan karakter bangsa dikaitkan dengan aksiologi kritikal yang dikemukakan oleh penulis artikel ini.
Karakter sebagaimana didefinisikan oleh Ryan dan Bohlin, mengandung tiga unsur pokok yaitu: mengetahui kebaikan (knowing the good), mencintai kebaikan (loving the good), dan melakukan kebaikan (doing the good). Ada juga yang menyamakan kata karakter dengan watak, tabiat, perangai atau ahlak. Mengacuh ke bahasa Inggris character diberi arti a distinctive differentiating mark, tanda yang membedakan secara tersendiri. Karakter adalah keakuan rohaniah, yang nampak dalam keseluruhan sikap dan perilaku, yang dipengaruhi oleh bakat, atau potensi dalam diri dan lingkungan.
Secara harfiah karakter adalah stempel, atau yang tercetak, yang terbentuk dipengaruhi oleh faktor endogeen/ dalam diri dan faktor exogeen/luar diri. Sebagai contoh rakyat Indonesia semula dikenal bersikap ramah, memiliki hospitalitas yang tinggi, suka membantu dan peduli terhadap lingkungan, dan sikap baik yang lain. Namun saat ini pengembangan karakter bangsa ada yang menilai karakter bangsa itu telah luntur, terbawah arus global, perubahan pembentukan/pengembangan karakter bangsa berubah menjadi sikap yang kurang terpuji, seperti tidak memiliki rasa malu, mencaci maki pihak lain, banyak sikap dan tindakan jahat dibiarkan berlalu, banyak murid dan mahasiswa yang curang mengikuti ujian, banyak tindakan kejahatan korupsi yang dibiarkan  dengan berbagai alasan dan pembenaran, warga masyarakat atau bangsa Indonesia telah memiliki mental karet, karenanya sangat sukar bertindak tegas.
Karena permasalahan diatas maka penulis mengusulkan untuk mengembangkan kesadaran akan kebangsaan itu haruslah kita mengembangkan pembentukan karakter manusia Indonesia baru.
Pengembangan karakter bangsa/manusi baru Indonesia yang diharapkan ialah karakter-karakter baru sebagai:
1.      mentalitas keterbukaan akan nilai-nilai baru dan perubahan budaya serta peradaban dunia;
2.      orientasi yang kuat kemasa depan, bukan masa lampau, karena itu harus ada orientasi mencapai perubahan dan kemajuan;
3.      karakter demiokrasi yang bebas dari segala bentuk tindakan kekerasan;
4.      memiliki karakter etos kerja dan kemandirian, serta kepercayaan akan kekuatan sendiri;
5.      menghargai dan menguasai Iptek yang maju;
6.      karakter disiplin diri dan disiplin sosial yang tinggi;

0 komentar:

Posting Komentar